Budaya Ngopi Jadi Sarana Efektif Bangun Komunikasi, DPP LDII Gelar Ngopi Bareng Ketum di Rakornas

Budaya ngopi semakin digemari oleh berbagai kalangan dan telah menjadi bagian dari gaya hidup. Selain sebagai sarana menikmati cita rasa kopi, kebiasaan ini juga dinilai efektif dalam membangun komunikasi dan mempererat hubungan sosial. Memahami nilai strategis budaya ngopi, Dewan Pimpinan Pusat Lembaga Dakwah Islam Indonesia (DPP LDII) mengadakan acara Ngopi Bareng Ketum di tengah Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) di Grand Ballroom Ponpes Minhajurrasyidin, Jakarta, Sabtu (22/2/2025).

Sekretaris Umum DPP LDII, Dody Taufiq Wijaya, menegaskan pentingnya memanfaatkan budaya ngopi sebagai sarana komunikasi dengan berbagai pihak, termasuk stakeholder.

“Ngopi menjadi tradisi yang saat ini sedang tren. Maka, ‘diplomasi kopi’ dinilai menjadi sarana efektif untuk melakukan komunikasi informal dengan stakeholder,” ujar Dody.

Ia menambahkan bahwa secangkir kopi bukan sekadar menghangatkan suasana, tetapi juga memiliki dimensi sosial yang kuat.

“Ngopi bareng mampu mempererat silaturahim dan memungkinkan berbagai diskusi, termasuk terkait urusan keumatan. Dengan suasana yang lebih santai, komunikasi pun menjadi lebih cair,” tambahnya.

Rakornas LDII tahun ini mengusung tema Peningkatan Kapasitas Organisasi untuk Memperkuat Kolaborasi Menyukseskan Asta Cita. Menurut Dody, komunikasi yang baik adalah kunci utama dalam membangun sinergisitas guna menyukseskan program-program organisasi dan pemerintahan.

“Jika chemistry sudah terbangun, maka sinergisitas dapat tercipta dengan baik. Hal ini juga menjadi harapan saya agar seluruh pengurus LDII di daerah dapat menerapkan pola komunikasi yang lebih efektif,” tegasnya.

Sementara itu, Ketua DPW LDII Kalbar, Susanto, mengapresiasi konsep Ngopi Bareng Ketum dalam agenda Rakornas. Menurutnya, pendekatan yang lebih santai ini mampu menciptakan suasana kekeluargaan di antara para peserta.

“Kami bangga dan salut dengan DPP karena Rakornas kali ini tidak monoton. Dengan konsep ngopi bareng, suasana menjadi lebih akrab dan santai,” kata Susanto.

Lebih lanjut, ia menyoroti manfaat dari diskusi yang dikemas dalam suasana santai seperti ini.

“Faktanya, para utusan dari 37 DPW bisa saling berbagi informasi tanpa sekat. Bahkan, kemampuan problem solving juga semakin terasah karena diskusi berlangsung lebih rileks,” ungkapnya.

Konsep ini dinilai sangat menginspirasi dan bisa diterapkan di Kalbar, terutama karena budaya ngopi sudah melekat dalam keseharian masyarakat.

“Komunikasi formal tetap dilakukan, namun mengingat Pontianak dijuluki sebagai ‘Kota Seribu Warung Kopi’, konsep seperti ini sangat relevan dalam membangun sinergi organisasi. Sederhana, tetapi memiliki makna yang mendalam,” pungkas Susanto.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *